JPU Tuntut Hukuman Mati! Terhadap Antok Pelaku “Mutilasi Koper Merah” Uswatun Khasanah

Kediri, montera.co.id – Kasus pembunuhan disertai mutilasi yang menggemparkan awal 2025 dengan sebutan “Pembunuhan Mutilasi Koper Merah” memasuki babak permintaan resmi dari Jaksa Penuntut Umum. Tuntutan ini disampaikan melalui surat tuntutan yang berisi uraian tentang fakta-fakta yang terungkap di persidangan, analisis hukum, dan kesimpulan JPU mengenai kesalahan terdakwa serta jenis hukuman yang diminta. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Khairul S.H, M.H. di Pengadilan Negeri Kediri.

JPU Kejaksaan Negeri Kediri, Ichwan Kabalmay, resmi membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Rohmat Tri Hartanto alias Antok, pelaku mutilasi Uswatun Khasanah. Dalam tuntutannya, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati.

“Sesuai surat dari pimpinan Kejaksaan Agung. Kami hari ini membacakan surat tuntutan, tuntutan dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kami menuntut pidana mati,” tegas Ichwan.

Menurut JPU, pertimbangan utama tuntutan tersebut adalah fakta persidangan yang mengungkap sejumlah hal memberatkan. JPU juga menegaskan, tidak ditemukan satu pun hal yang meringankan dalam kasus ini.”Korban kehilangan nyawa, meninggalkan keluarga, dan terdakwa bahkan menikmati hasil kejahatan dengan menjual mobil korban,” ungkapnya. Kamis (21/8/2025).

Disisi lain, Kuasa Hukum Terdakwa: Kami Hormati, Tapi Tidak Sepakat

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Apriliawan Adi Wasisto, menyatakan tetap menghormati tuntutan jaksa, meski memiliki penilaian berbeda. “Kami hormati pendapat JPU, tapi menurut kami pasal 340 tidak tepat, karena perbuatan itu dilakukan spontan, bukan direncanakan,” terangnya.

Apriliawan menambahkan, pihaknya akan mengajukan pembelaan pekan depan. “Masih ada hal-hal yang meringankan. Itu nanti akan kami sampaikan di pledoi,” jelasnya.

Penasehat hukum M. Rofian, juga ikut menimpali dan mengkritisi tuntutan JPU yang dinilai tidak memasukkan fakta persidangan secara utuh. “Fakta awal seolah-olah dirangkum dari BAP polisi. Misalnya, psikolog forensik awalnya menyatakan korban masih hidup saat dimutilasi, padahal ahli forensik di persidangan menyebut korban sudah meninggal. Menurutku masih ada banyak kekeliruan,” imbuh Rofi’an.

Lebih jauh, Rofi’an menilai tuntutan ini tidak adil karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif terdakwa selama persidangan. “Seharusnya itu jadi pertimbangan meringankan. Kita akan sampaikan pembelaan, karena ini hanya versi jaksa,” tandasnya.

Kasus Pembunuhan Mutilasi Koper Merah Gemparkan Jawa Timur

Kasus mutilasi ini terjadi pada Januari 2025 dan sempat menghebohkan publik. Jasad Uswatun Khasanah ditemukan dalam koper merah di tumpukan sampah Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Ngawi, Kamis (23/1/2025). Kondisinya tanpa kepala dan kaki. Penemuan ini dilaporkan Yusuf Ali, warga setempat yang pertama kali membuka koper tersebut.

Penyelidikan polisi mengungkap, kepala korban dibuang di bawah jembatan Desa Slawe, Trenggalek, sedangkan kedua kakinya di Desa Sampung, Ponorogo. Sedangkan pembunuhan terjadi di kamar 301 Hotel Adi Surya, Kota Kediri.

Sidang pledoi atau sidang pembacaan nota pembelaan dijadwalkan pekan depan. Sidang ini dinanti publik karena menjadi momen penting bagi terdakwa untuk menyampaikan argumentasi yang meringankan atau membuktikan ketidakbersalahannya. Tentunya publik menanti apakah Majelis Hakim sependapat dengan tuntutan JPU atau memberikan vonis berbeda. (Chap/Al)

Pos terkait

banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *