Kediri, Montera.co.id— Ketua DPP LDII sekaligus Peneliti Ahli Utama BRIN, Rubiyo, meraih Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 untuk kategori Social Impact. Penghargaan bergengsi yang digagas Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) bersama IPB University dan PT East West Seed Indonesia (EWINDO) ini diserahkan di IPB International Convention Center (IICC) Bogor, Rabu (19/11).
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menyampaikan apresiasi atas capaian tersebut. Ia menegaskan bahwa inovasi di sektor pangan menjadi faktor strategis dalam menjaga kedaulatan bangsa.
“Pangan bukan sekadar pemenuh kebutuhan hidup, tetapi juga komoditas strategis dan alat diplomasi. Mengabaikannya berarti melemahkan kedaulatan nasional,” ujarnya, Jumat (5/12).
Menurut Chriswanto, Indonesia pernah mengukir sejarah swasembada pangan pada 1990-an. Namun pencabutan subsidi pertanian oleh IMF pada 1998 membuat produktivitas kembali melemah. Ia menilai negara-negara maju tetap memberikan subsidi demi menjaga keberlanjutan produksi pertanian, sehingga Indonesia perlu menempuh langkah serupa. Ia pun mendorong warga LDII terus berinovasi mendukung kemandirian pangan nasional.
Dari Kediri, Ketua LDII Kota Kediri H. Agung Riyanto turut menyampaikan rasa bangga atas prestasi Rubiyo. Ia menyebut penghargaan tersebut dapat menjadi motivasi bagi warga LDII di daerah untuk lebih aktif berkontribusi dalam ketahanan pangan dan pengembangan pertanian modern.
Sementara itu, Rubiyo menjelaskan bahwa IBA merupakan bentuk penghormatan tertinggi bagi insan pemulia tanaman yang memberikan kontribusi besar bagi ilmu pengetahuan, ekonomi, dan sosial. Tahun ini, penghargaan diberikan dalam tujuh kategori: economic impact, social impact, innovation and technology development, lifetime achievement, local heroes, young breeder, dan plasma nutfah.
Melalui riset bertahun-tahun, Rubiyo berhasil merakit varietas unggul kakao dan kopi yang kini banyak diadopsi petani dan perusahaan perkebunan. Inovasinya mampu meningkatkan produktivitas kakao dari 1.000 kg menjadi 2.500 kg biji kering per hektare per tahun — lonjakan signifikan yang berdampak langsung pada kesejahteraan petani.
Di sisi lain, Kepala BRIN Arif Satria menegaskan bahwa profesi pemulia tanaman merupakan salah satu pekerjaan paling strategis bagi masa depan pangan Indonesia. Saat ini, jumlah pemulia tanaman hanya sekitar 1.000 orang, dan 250 di antaranya aktif.
“IBA adalah bentuk penghormatan bagi para peneliti yang bekerja dalam senyap di rumah kaca, laboratorium, dan lahan percobaan, namun hasilnya dirasakan luas oleh masyarakat,” ujarnya.
Arif memastikan BRIN akan terus memperkuat kolaborasi dengan perguruan tinggi, industri, pemerintah, dan masyarakat untuk mempercepat terwujudnya kemandirian benih nasional.
Dengan prestasi ini, Rubiyo tak hanya mengharumkan nama LDII dan BRIN, tetapi juga mempertegas pentingnya inovasi pemuliaan tanaman sebagai fondasi masa depan pangan Indonesia.(Dan/Ali)







