Kediri,montera.co.id– Acara “Ngopi Nda” (Ngomongke Inpo Terkini dengan Media) di Hall Lantai 5 Kantor Perwakilan BI Kediri mengusung berita pahit dan manis sekaligus. Pimpinan BI Kediri Yayat Cadarajat mengungkapkan bahwa tarif yang baru disepakati turun dari 32% ke 19% berisiko kembali melonjak, akibat keputusan Presiden Prabowo yang menolak menandatangani pernyataan “loyalitas” yang dinilai membatasi kebebasan perdagangan Indonesia dengan negara lain, termasuk Amerika.
“Maklumat dari beberapa analis dan youtuber menyebutkan, penolakan itu bisa membuat negosiasi terhenti dan tarif kembali ke 32%. Kita masih tunggu informasi lanjut, semoga tidak terjadi,” kata Yayat.
Ekonomi Nasional dan Jatim Tetap Menguat, Inflasi Tetap Terjaga
Di sisi lain, perekonomian menunjukkan performa yang membaik. Pertumbuhan ekonomi nasional di tiga triwulan terakhir tetap di atas 5%, dengan harapan akan tetap stabil hingga akhir 2025. Bahkan, Jawa Timur mencatatkan pertumbuhan lebih tinggi dari nasional, yaitu 5,22% di triwulan 3, sementara nasional hanya 5,04%.
Kontribusi Jatim terhadap perekonomian nasional juga signifikan: 14,5% secara nasional dan 25,65% di wilayah Jawa, menjadikannya peringkat kedua setelah DKI Jakarta. “Pendorong utamanya adalah investasi yang tumbuh 7%, meskipun konsumsi rumah tangga sedikit melambat di bawah 5%,” jelas Yayat.
Sektor industri pengolahan di Jatim juga tumbuh di atas 6%, didukung oleh sentra makanan dan minuman yang kuat. Bahkan, kawasan industri di Gresik, Mataram, Ngawi, dan Nganjuk mulai menggeliat dengan masuknya investor baru.
Inflasi Tetap dalam Target, Meskipun Ada Risiko Bencana dan Harga Pangan
Inflasi nasional saat ini berada di 2,72% (Jatim 2,36%), masih dalam kisaran target BI 2,5% ±1%. Meskipun ada risiko kenaikan akibat bencana di Sumatera yang mempengaruhi produksi cabai, Yayat yakin inflasi tidak akan menyentuh 3%.
“Yang jadi perhatian adalah harga pangan yang masih di atas 5%, tapi kita harap bisa terkendali. Inflasi yang ideal itu antara 1,5% sampai 3,5% – tidak terlalu rendah agar produsen tetap bersemangat, tidak terlalu tinggi agar daya beli tidak tertekan,” katanya.
Kredit Masih Lambat, Tapi Optimisme Konsumen Naik untuk 2026
Pertumbuhan kredit sampai triwulan 3 hanya 3,19%, dengan kredit modal kerja menjadi yang paling dominan (0,79%) karena perusahaan lebih banyak menggunakan dana internal. Namun, survei menunjukkan konsumen sangat optimis akan perekonomian tahun depan, bahkan bersedia membeli barang tahan lama seperti motor atau kulkas.
“Ekonomi itu sangat psikologis. Kalau konsumen optimis, produsen juga akan berani ekspansi dan ambil kredit investasi. Itu yang kita harapkan untuk mendorong pertumbuhan ke depan,” ungkap Yayat.
Target Pertumbuhan Jatim 2026: 4,8% Sampai 5,6%
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun depan akan berkisar antara 4,8% sampai 5,6%. Untuk mencapai itu, diperlukan penguatan forum investasi, peningkatan nilai tambah sektor pertanian (dari barang mentah ke olahan), dan optimalisasi intermediasi perbankan.
“Jatim punya potensi besar, terutama di industri manufaktur dan pertanian. Kalau semua pihak bersinergi, pasti bisa tumbuh lebih kuat,” tutup Yayat.(Dan/Ali)







