Kediri, montera.co.id – Gubuk Perjuangan eks karyawan PT Triple’S terancam dibongkar? Dalam pantauan dilapangan, di trotoar depan Hotel Insumo Palace, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Kediri, berdiri sebuah tenda sederhana. Tapi di balik tenda itu, tersimpan cerita perjuangan belasan buruh PT Triple’S Indo Sedulur yang memperjuangkan hak-hak mereka yang terabaikan.
Sejak Selasa tanggal 2 juli 2025, sebanyak 16 mantan karyawan mendirikan “Gubuk Perjuangan” sebagai bentuk protes atas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mereka alami sejak 2024. Mereka menuntut pesangon yang layak, sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
“Saya kerja puluhan tahun, tapi cuma dikasih pesangon Rp3 juta,” ujar Karmijan, peserta aksi asal Nganjuk, dengan suara berat menahan emosi.
Ia juga menuturkan kisah Suwandi, rekan sesama buruh yang telah bekerja 33 tahun sebagai sopir namun menerima jumlah pesangon yang sama.
Bukan Sekadar Berteduh, Tapi Bertahan
Agus Suparjo (70), warga Dusun Winongsari, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, juga termasuk dalam barisan buruh yang kini terus bertahan. Ia telah bekerja sebagai sopir di PT Triple’S sejak 2008.
“Saya diberhentikan tanpa surat resmi. Hanya dipanggil di mushola, lalu dibilang karena usia sudah di atas 57 tahun, suruh pulang. Dikasih Rp3 juta, itu pun tanpa kejelasan status,” ujar Agus. Senin (7/6/2025) pagi.
Para buruh mengaku selama bekerja menerima upah Rp50 ribu per hari, tanpa tunjangan makan, dan dipotong iuran Rp30 ribu untuk BPJS Ketenagakerjaan, namun tidak tahu pasti status keikutsertaan mereka di BPJS.
Ultimatum Pembongkaran Tenda oleh Satpol PP
Namun keberadaan tenda tersebut menimbulkan polemik. Pihak Hotel Insumo Palace, yang disebut sebagai milik mendiang Sonny Sandra, pemilik PT Triple’S Indo Sedulur, menyampaikan keberatan resmi ke Pemerintah Kota Kediri. Tenda dianggap mengganggu kenyamanan tamu dan operasional hotel, serta melanggar fungsi trotoar sebagai fasilitas umum (fasum).
Melalui surat tertanggal 6 Juli 2025, Kepala Satpol PP Kota Kediri, Samsul Bahri, mengeluarkan ultimatum kepada buruh agar membongkar sendiri tenda tersebut. Bila tidak dilakukan, pembongkaran paksa akan dilakukan pada Senin, 8 Juli 2025.
“Untuk itu, kami tidak akan melawan. Kalau memang harus dibongkar, silakan,” ujar Agus Suparjo pasrah.
Satu Buruh Meninggal Sebelum Haknya Terpenuhi
Dari 16 orang yang tergabung dalam aksi ini, satu di antaranya telah meninggal dunia tanpa sempat menikmati hak pesangonnya. Mereka yang tersisa berharap adanya mediasi yang adil antara buruh, perusahaan, dan pemerintah.
“Kami bersama tidak menuntut lebih. Hanya ingin hak kami dibayar sesuai undang-undang,” kata Agus Suparjo perwakilan ASPERA (Aliansi Serikat Pekerja Rakyat).
Gubuk Kecil, Penuh Makna Perjuangan
Hingga berita ini ditulis, gubuk/tenda masih berdiri. Di tengah lalu lintas kota dan panas teriknya matahari, belasan buruh tetap bertahan. Bagi mereka, tenda itu bukan sekadar tempat berteduh. Tapi simbol perjuangan dan keberanian, harapan terakhir, dan nyala kecil perlawanan di tengah kesunyian hukum dan keadilan.(Chap/Ali)