Kediri,Montera.co.id–Dua kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali terjadi di Kota Kediri, dengan pelaku memanfaatkan kerentanan korban melalui iming-iming uang jajan dan pemanfaatan masalah hutang piutang. Hal itu diungkapkan Kasat Reskrim Polres Kediri Kota, AKP Cipto Dwi Leksana, dalam konferensi pers siang hari ini.
“Ini menjadi warning dan atensi bagi seluruh pihak – bukan cuma aparat, tapi juga pemerintah, keluarga, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal,” ujar Cipto.
Kasus 1: Tersangka KM Kepergok Telanjang Bersama Korban ACN di Kamar
Perkara pertama didasarkan pada LPB Garing 202/XI/2025 tertanggal 10 November 2025. Kejadian pertama kali terjadi tahun 2023 sekitar pukul 11.00, dan yang terakhir pada Minggu (2/11/2023) pukul 09.00 di rumah korban (inisial ACN) di Kelurahan Bangsal, Kecamatan Pesantren.
“Kasus terungkap pada Senin (10/11/2025) pukul 15.00 WIB, ketika orang tua ACN pulang bekerja dan mendapati tersangka KM sedang telanjang bersama anak di kamar,” katanya.
Menurut Cipto, tersangka memanfaatkan kondisi ketika orang tua korban bekerja. “ACN sering meminta uang jajan kepada KM. Setelah diberikan uang, KM meminta hubungan di luar perkawinan, dan akhirnya anak melakukan apa yang diberitahu,” jelasnya. Tersangka kemudian melarikan diri dari TKP.
Unit PPA Satreskrim telah mengamankan alat bukti berupa hasil visum, tes psikologi, serta pakaian dan pakaian dalam milik korban dan pelaku. KM dituding sesuai Pasal 81 ayat (2), Pasal 82 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf C juncto Pasal 15 ayat (1) e & k UU TPKS, dengan ancaman minimal 5 dan maksimal 15 tahun penjara.
Kasus 2: Tersangka F Beri Rp10-15 Ribu Setiap Kali Pencabulan Korban K
Perkara kedua didasarkan pada LPB Garing 205/XI/2025 tertanggal 18 November 2025. Kejadian pertama kali terjadi tahun 2023, namun pelapor mengetahui pada Oktober 2025 setelah diberitahu oleh kakak korban (inisial SM) dan ibu anak K, yang melihat korban terlibat hutang piutang dengan saudara (inisial F).
“F memanfaatkan situasi hutang untuk melakukan tindakan asusila. Modusnya adalah memberikan uang jajan Rp10.000-Rp15.000 setiap kali selesai menyentuh atau mencabuli,” ungkap Cipto. Kasus terungkap setelah pelapor menanyakan langsung kepada korban, yang mengakui peristiwa tersebut.
Penyidik telah melengkapi alat bukti berupa hasil visum, tes psikologi, keterangan saksi, serta pakaian milik korban dan pelaku. F dituding dengan pasal yang sama seperti KM – pasal berlapis dengan ancaman minimal 5 dan maksimal 15 tahun penjara.
“Kekerasan Seksual BUKAN Aib Korban!”
Dalam penutup konferensi, Cipto menekankan poin penting yang tidak boleh terlupakan. “Kekerasan seksual ini bukanlah merupakan aib dari korban. Korban adalah pihak yang pertama kali harus dilakukan perlindungan, dan penegakan hukum harus secara tegas dilakukan terhadap pelaku,” tegasnya.
Dia juga mengimbau agar masyarakat tidak berdiam diri. “Ketiaman akan memberikan ruang bagi pelaku melakukan aksi serupa. Kita butuh upaya kolaboratif semua pihak untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak, agar tidak ada lagi kasus seperti ini,” pungkas Cipto.(Dan/Ali)







