Dorong Program D’CITO Kediri City Tourism, Kelurahan Setonopande Gelar Seni Jaranan Asli Kediri

Kediri,montera.co.id – Ribuan warga dari berbagai daerah berbondong-bondong menghadiri Grebeg Suro yang diselenggarakan Kelurahan Setopande yang digelar di Jalan Sultan Agung, Timur Kantor Kelurahan Setonopande. Sabtu (2/8/2025) pagi sampai selesai. Warga dari pelbagai daerah antusias menyaksikan aksi Sri manggolo, Sekar Jayaningrat dan New Taruno Setyo Budoyo, tiga grup kesenian jararanan tersebut binaan dari Kelurahan Setopande.

Lurah Kelurahan Setopande, Abdul Rahman mengungkapkan, bahwa kali ini kelurahan Setonopande mengadakan pagelaran kesenian jaranan untuk grebeg suro 2025.

“Adapun pertunjukannya kami tampilkan 3 grup jaranan asli kediri, yaitu Sri manggolo, Sekar Jayaningrat dan New Taruno Setyo Budoyo, dan dimulai pukul 10.00 wib sampai 17.30 wib,” terangnya.

Dihadiri kurang lebih 2000 penonton, tiga grub kesenian jaranan tampil apik, bergantian sesuai jadwalnya dan sangat kompak,” Yang menarik kini kaum wanita tidak mau ketinggalan, karena cintanya kepada kesenian jaranan mereka ikut tampil demi nguri-nguri seni jaranan asli kediri,” jelasnya.

Abdul Rahman, lebih jauh menekankan, bahwa pagelaran ini demi generasi muda nanti agar tidak melupakan peninggalan para leluhurnya, selain itu, juga mendukung dan mendorong program Walikota Kediri.

“Kita sukseskan program Mbak Wali Vinanda Prameswati, yaitu D’CITO Kediri City Tourism,” tandas Lurah Setopande.

*Grebeg Suro Kediri*

Grebeg Suro di Kediri mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi lokal yang masih dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Grebeg Suro adalah tradisi tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Kediri, khususnya di bulan Suro (Muharram) sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi dan untuk melestarikan budaya lokal.

*Kisah Jaranan Kediri*

Dikisahkan Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit yang memiliki nama lain Kilisuci. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan dan ilmu yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia akan menjadi suaminya.

Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.

Jaranan di Kediri terdapat Topeng Barongan Naga Baru Klinting. Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertarung terlebih dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam pertempuran itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo, rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.

Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.

Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.

Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo. Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. (Chap/Al)

Pos terkait

banner 300x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *