Kediri,montera.co.id – Penyaluran Skema Bansos yang dinilai cacat hukum menjadi sorotan aktifis sekaligus warga Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pojok. Puluhan warga Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, geruduk Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri Senin (4/8/2025) pagi. Menuntut berikan hak warga terdampak berupa kompensasi yang layak bukan skema Bansos.
Supriyo, pemimpin aksi, menyatakan warga pojok menolak peruntukan dana kompensasi dibuat menjadi bantuan sosial (bansos) yang dinilai cacat hukum materiil.
“Dibuatnya dana kompensasi menjadi dana bansos ini yang saya bilang cacat hukum materiil, tapi Pemkot bertindak seolah-olah ini proyek amal,” katanya ditemui usai audiensi.
Dalam pertemuan antara warga dan pihak kejaksaan, warga mengungkap tiga dugaan kesalahan mendasar yang dilakukan Pemkot Kediri.
° Pertama: Penggunaan peruntukan bansos dalam konteks dana kompensasi lingkungan.
° Kedua, adanya ASN, TNI, dan Polri dalam daftar penerima dana yang semestinya diperuntukkan bagi masyarakat terdampak langsung.
° Ketiga, dugaan kuat bahwa ada penerima dari luar wilayah bahkan luar kota, yang rutin menikmati kucuran dana kompensasi TPA.
“Kita temukan transferan dana ke warga luar daerah kediri. Sementara warga asli Pojok yang hidup berdampingan dengan bau menyengat dan potensi ledakan gas metana atau CH4 justru dapat lebih sedikit. Ini ironi yang menyakitkan,” tegas Priyo.
Anggaran senilai Rp2,4 miliar yang dipersoalkan merupakan bagian dari anggaran penanganan dampak TPA senilai lebih dari Rp3 miliar. Namun pagu dan alokasi distribusinya diduga sangat manipulatif bahkan fiktif.
“Contoh, satu KK ada dua orang bisa terima 500 rupiah, tapi ada yang satu KK berisi delapan orang, mereka terima 100 ribu per orang. Ini tidak ada keadilan bagi warga terdampak,” tegasnya.
Selanjutnya, Priyo lebih jauh menilai, pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang menyebut skema bansos sudah final sebagai bentuk penyesatan publik. Pasalnya, DPRD Kota Kediri mengaku belum pernah membahas secara resmi anggaran tersebut.
“Jadi, kalau belum ada pembahasan di DPRD, artinya belum ada legitimasi hukum. Pernyataan kepala dinas itu dengan sendirinya kabur secara hukum. ‘Obscuur libel’,” ucap Priyo.
Atas saran dari pihak kejaksaan, warga akan segera melayangkan pengaduan masyarakat (dumas) resmi dan mempersiapkan langkah hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan Class Action ke Pengadilan Negeri Kediri.
“Sebenarnya ini bukan masalah kompensasi. Terlebih tentang keadilan ekologis dan perhatian warga terdampak. Kami hidup dalam radius racun tiap hari. Pemerintah diharapkan bisa duduk bareng, turunkan egonya demi mengentaskan penderitaan kami,” tandasnya.
Ditempat yang sama, Nurgali Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri, disisi lain mendorong pihak warga pojok agar lakukan pengaduan masyarakat (Dumas) artinya terstruktur secara resmi, dari situ nanti apakah aturan-aturan terkait bansos atau terkait dampak kompensasi berpotensi menabrak hukum.
“Laporan tersebut kita coba kaji, pelajari dulu dan tentunya juga koordinasi dengan DLHKP dan Dinas Sosial, apakah aturan itu dibenarkan atau tidak, kita pelajari dan kita verifikasi,” terangnya.
Terkait pihak Kejaksaan lakukan pendampingan terhadap Pemkot Kediri, Nurngali menekankan, bahwa pihak Kejaksaan memang ada aturan yang menaungi baik di Kejaksaan Tata Negara dibenarkan untuk lakukan pendampingan dan pengawalan.
“Jadi skema Bansos ini kan sudah terjadi 5 tahun yang lalu, maka dari itu kita akan kaji peraturan hukum yang memayungi tersebut dari peraturan wali kota (Perwali) sampai peraturan Dirjen Sosial,” pungkasnya. (Chap/Al)