Kediri, Montera.co.id– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri mengecam keras tindakan intimidasi, ancaman, dan penghalangan kerja jurnalistik yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput dugaan keracunan massal di Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi. Pernyataan itu disampaikan AJI Kediri melalui rilis resmi yang diterima Minggu (6/12/2025).
Kasus keracunan yang diduga berasal dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) tersebut melibatkan hingga 220 korban, terdiri dari santri dan siswa di wilayah Mantingan. Situasi ini membuat berbagai media turun melakukan peliputan sebagai bentuk fungsi kontrol sosial dan memenuhi hak publik atas informasi.

Namun AJI Kediri mencatat adanya dua pelanggaran serius terhadap kebebasan pers selama proses peliputan.
1. Penghambatan akses informasi di RSUD Mantingan
Beberapa jurnalis mengaku dihadang saat hendak meliput kondisi korban di rumah sakit, dengan alasan perintah dari direktur. Akses baru diberikan setelah proses koordinasi yang panjang dan berbelit dengan pejabat Dinas Kesehatan.
AJI Kediri menegaskan, tindakan tersebut melanggar Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin wartawan mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
2. Intimidasi dan ancaman kekerasan di SPPG Bintang Mantingan
Situasi lebih memprihatinkan terjadi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan. Saat hendak meliput pengambilan sampel, jurnalis justru mendapatkan perlakuan kasar: diusir paksa, didorong, dikejar setelah petugas menjebol gerbang PVC, serta diancam dengan batu paving yang hampir dilempar.
Insiden itu menyebabkan kegagalan liputan dan menambah daftar intimidasi terhadap jurnalis. Salah satu korban intimidasi, Asep Saeful, merupakan anggota AJI Kediri.
Tiga Sikap Resmi AJI Kediri
Dalam rilis yang diterima redaksi pada Minggu (6/12), AJI Kediri menyampaikan tiga pernyataan sikap:
1. Mengutuk segala bentuk intimidasi dan penghalangan kerja jurnalistik.
AJI menyebut tindakan petugas SPPG merupakan pelanggaran UU Pers, terutama Pasal 18 ayat (1), yang memberikan ancaman pidana hingga 2 tahun atau denda Rp500 juta bagi pihak yang sengaja menghambat kerja wartawan.
2. Mendesak Polres Ngawi untuk mengusut tuntas laporan jurnalis.
AJI meminta kepolisian memberikan perlindungan maksimal dan memproses hukum tindakan intimidasi tersebut secara transparan.
3. Menuntut Bupati Ngawi dan Badan Gizi Nasional (BGN) menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara MBG.
AJI menilai penyelenggara program tidak transparan dalam memberikan akses informasi publik, padahal kasus yang melibatkan ratusan korban ini merupakan isu kesehatan publik yang tidak boleh ditutup-tutupi.
Koordinator Bidang Advokasi AJI Kediri Rekian dan Ketua AJI Kediri Agung Kridaning Jatmiko menegaskan bahwa kebebasan pers adalah pilar demokrasi.
“Membungkam pers sama saja menyembunyikan kebenaran dari rakyat,” tegas AJI Kediri dalam rilis tersebut.(Dan/Ali)







